Gelora : Ambang Batas Capres, Berpotensi Mematikan Kepemimpinan Nasional 

Gelora : Ambang Batas Capres, Berpotensi Mematikan Kepemimpinan Nasional 

Riauaktual.com - Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta memandang sistem Pemilu Serentak yang dijadikan eksperimen politik pemerintah dan DPR selama ini, berpengaruh pada penciptaan polarisasi sangat tajam, dan berujung pada pembelahan di masyarakat.

Dalam Gelora Talk bertajuk 'Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?', Rabu (5/1/2022), Anis Matta mengatakan pemberlakuan ambang batas (threshold) pada calon presiden dan parlemen juga dinilai menghalang-halangi munculnya potensi kepemimpinan nasional. 

"Persyaratan presidensial threshold (20 persen kursi DPR) menyebabkan polarisasi yang sangat tajam, Sebab, keberhasilan suatu demokrasi tidak diukur dengan persyaratan ambang batas, melainkan dari partipasi masyarakat," katanya.

Selain itu lanjut Anis Matta, pihak penyelenggara Pemilu 2019 lalu,  pun melahirkan situasi yang overload hingga menyebabkan banyak menelan korban jiwa hingga mencapai 900 orang lebih. 

"Ini kalau kita mengeyampingkan teori konspirasi, tapi angka 900 lebih hilang nyawa dari penyelenggara Pemilu itu. Artinya untuk setiap satu kursi DPR RI ada hampir dua nyawa yang jadi korbannya, itu angka yang sangat besar," ucapnya. 

Belum lagi, daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dikurangi dengan adanya suara rusak serta partai yang tidak lolos threshold. Maka, total anggota DPR yang ada di Senayan kurang dari 50 persen dari angka 575 tersebut. 

"Artinya itu juga menunjukkan keterwakilan antara persentasi saat ini, salah satu dari hal-hal yang ingin di evaluasi di Partai Gelora sebagai bagian dari usaha pembenahan pada sistem politik kita," kata Anis Matta. 

Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penerapan presidential threshold tidak lazim digunakan di negara yang menganut sistem presidensial. Apalagi dengan syarat calon presiden harus memenuhi 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional bagi partai maupun gabungan partai pengusungnya. 

Persyaratan itu, ujar Burhanuddin, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya. 

"Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden. Bahkan di Amerika Serikat calon independent pun bisa maju sebagai calon presiden," ujar Burhanuddin.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index